Jumat, 16 November 2012

PEMBANGUNAN DRAINASE DI LINGKUNGAN RT 04

PEMBANGUNAN DRAINASE DI LINGKUNGAN RT 04 RW XII PERUMAHAN PURI TUK SONGO
Alur jaringan drainase di Perumahan Puri Tuk Songo, Cacaban, Kota Magelang, pada dasarnya mengikuti kontur tanah (ketinggian tanah) dan mengikuti pola jaringan jalan perumahan di lingkungan Perumahan Puri Tuk Songo. Sistem drainase di Perumahan Puri Tuk Songo masih menggabungkan sistem pembuangan air hujan dengan sistem pembuangan air kotor rumah tangga (limbah rumah tangga). Seharusnya, sistem drainase di lingkungan perumahan harus direncanakan suatu sistem jaringan drainase yang mampu memadupadankan antara pembuangan air hujan dan air kotor rumah tangga dengan kapasitas drainase yang ada dalam lingkungan perumahan. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk perumahan, ekosistem yang berubah dan pembangunan rumah penduduk di lingkungan perumahan, hal tersebut sering terabaikan, baik oleh pengembang perumahan maupun oleh penduduk yang menghuni perumahan. Salah satu dampaknya terlihat pada saluran drainase yang berada pada kontur tanah yang paling rendah, berupa genangan air. Genangan air yang tidak mendapatkan solusi menyebabkan gangguan pada aktifitas warga, kerusakan pada bangunan dan jalan.

Untuk mengurangi genangan air waktu hujan di Lingkungan RT 04 RW XII Perumahan Puri Tuk Songo, solusinya adalah pembangunan drainase dengan melihat kontur tanah yang rendah serta luas drainase lama dirubah (ditambah lebarnya dan  ditambah kedalamannya) sehingga kapasitas air dapat menampung air hujan dan air limbah rumah tangga yang nantinya dapat mempercepat aliran air ke saluran pembuang ke Kali Progo.























DRAINAGE DEVELOPMENT IN THE RT 04 RW XII HOUSING PURI TUK SONGO 

The flow of drainage network in Puri Housing Tuk Songo, Cacaban, Magelang, basically following the contour of the land (ground level) and follow the pattern of the road network in the residential housing Puri Tuk Songo. The drainage system in the Housing Puri Tuk Songo still incorporate rainwater disposal system with sewage systems household (household waste). Supposedly, the drainage system should be planned in a residential neighborhood a drainage system that is able to mix and match between the disposal of rainwater and household sewage drainage capacity in the residential neighborhood. Along with the growth in residential population, ecosystem change and the construction of houses in a residential neighborhood, it is often overlooked by both housing developers and housing inhabited by populations. One of the effects seen in the drainage channel that is on the lower contour of the land, in the form of puddles. Stagnant water is not getting the solution results in impaired activity of citizens, damage to buildings and roads. 

To reduce the rain puddles in RT 04 RW XII Environment Housing Puri Tuk Songo, the solution is the construction of drainage to see the contours of the land is low and wide drainage longer be changed (plus width and plus depth) so that the capacity of water can collect rain water and waste water ladder which will accelerate the flow of water into Progo River. 


Minggu, 04 November 2012

GREBEG GULE

Grebeg Gule Tuk Songo dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tradisi Nyadran di Kompleks Makam Kyai Tuk Songo yang lokasinya berada tidak jauh dari aliran Kali Progo, Cacaban, Kota Magelang. Grebeg Gule dan Nyadran dilaksanakan secara rutin pada hari Jum’at Pon pada Bulan Besar. Apabila dalam Bulan Besar tidak ada hari Jum’at Pon , maka Nyadran dilaksanakan pada hari Jum’at Kliwon Kirab Grebeg Gule Tuk Songo dimulai dari Lapangan Kwarasan, Cacaban, Kota Magelang menuju ke komplek makam Kyai Tuk Songo. Dalam kirab ini, beberapa orang tampil di depan dengan berpakaian bregada yang memikul sebuah tempayan berisi masakan gule kambing. Di belakang ada beberapa orang yang salah satu tangannya memegang sebuah layah yang berisi daging masakan gule, kemudian disusul dengan kelompok yang memikul gunungan hasil bumi, dan bagian belakang tampil kesenian tradisional. Sebelum kirab atau arak-arakan ini berangkat menuju ke komplek makam Kyai Tuk Songo, juga digelar sebuah fragmen yang menceriterakan asal-muasal hadirnya gerebeg gule ini, dan secara simbolis prosesi gerebeg gule diawali dengan penuangan daging kambing ke dalam tungku atau tempayan oleh Pejabat Pemerintah Kota Magelang. Dengan penuh kebersamaan dan suka ria, masyarakat pun memasaknya, untuk kemudian masakan tersebut dikirab menuju ke komplek makam Kyai Tuk Songo. Untuk sampai di komplek makam, yang tidak jauh dari aliran Kali Progo ini, terlebih dahulu harus jalan kaki menyusuri pematang sawah yang berkelok-kelok. Bersamaan dengan itu masyarakat Kelurahan Cacaban Kecamatan Magelang Tengah sudah banyak yang menunggu sambil duduk lesehan di atas alas atau tikar yang dibawa dari rumah masing-masing. Selain membawa tikar atau alas untuk duduk lainnya, warga pun datang juga membawa tas yang berisi makanan, ada yang berbentuk nasi kuning lengkap dengan lauk-pauknya, nasi putih dengan beberapa lauk sayur-sayuran maupun jajanan buatan sendiri. Beberapa acara juga digelar di komplek makam ini, diantaranya ceramah agama yang dilanjutkan dengan pembacaan Surat Al-Ikhlas, tahlil maupun lainnya. Begitu pembacaan Surat Al-Ikhlas dan tahlil, yang dipimpin seorang kyai atau Ustad selesai dilakukan, beberapa warga langsung saling tukar makanan yang dibawanya. Beberapa saat kemudian, warga pun mulai berebut gunungan hasil bumi, yang di bagian atasnya terdapat sebuah jantung pisang sebagai 'mahkota'-nya. Beberapa orang kemudian juga berebut gulai kambing, yang diletakkan di lokasi lain. Dalam acara Grebeg Gulai Tuk Songo ini juga dibacakan sejarah riwayat Nyadran ini yang dibacakan seorang warga. Dalam sejarah riwayat Nyadran Tuk Songo disebutkan kalau beberapa tahun silam di wilayah Cacaban terjadi pageblug dan banyak warga yang sakit kemudian meninggal dunia. Hal ini memperoleh perhatian santri dan tokoh agama saat itu, Kiai Kodri, meminta untuk dilaksanakan mujahadahan di tepi aliran Kali Progo ini untuk mohon keselamatan. Kyai Tuk Songo sendiri merupakan nama samaran dari Kiai Ahmad Abdussalam, yang merupakan salah satu murid Pangeran Diponegoro yang berasal dari Keraton Surakarta. Konon Kyai Tuk Songo ini merupakan teman Kyai Langgeng, dan sama-sama berjuang melawan penjajah Belanda. Tradisi Nyadran di Kompleks Makam Kyai Tuk Songo yang berada tidak jauh dari aliran Kali Progo, Cacaban, Kota Magelang, secara rutin dilaksanakan pada hari Jum'at Pon pada Bulan Besar. Apabila dalam Bulan Besar tidak ada hari Jum'at Pon , maka Nyadran dilaksanakan pada hari Jum'at Kliwon Tradisi Nyadran (Merti Desa) diselenggarakan di kompleks makam Kyai Tuk Songo di wilayah Kelurahan Cacaban, tepatnya dipinggir sungai progo pada setiap hari Jumat Pon Bulan Dzulhijah dengan membersihkan makam, membaca tahlil, dan terakhir makan bersama dengan masakan khas "Gulai Kambing" yang dimasak masyarakat dan pantang untuk dicicipin. Upacara ini dipercayakan masyarakat sebagai "tameng " dari segala bencana.







Gule Carnival

 "Grebeg Gule Tuk Songo" held in conjunction with the implementation of "Nyadran" tradition in Tomb Complex "Kyai Tuk Songo" whose location is not far from Progo River, Cacaban, Magelang. "Grebeg Gule" and "Nyadran" carried out regularly on Friday on the Dzulhijah Moon. If the Dzulhijah Moon no Friday, then held on else Friday. "Nyadran" Carnival begins "Grebeg Gule Tuk Songo" Field Kwarasan, Cacaban, Magelang leading to the tomb complex "Kyai Tuk Songo". In this procession, some people perform in front of a bear dressed "bregada" a crock containing "gule" goat dishes. On the back there are some people that one hand holds a "layah gule" dishes containing meat, followed by a group bearing crops mountains, and the back of the traditional performing arts. Before the carnival or the cortege was headed to the tomb complex "Kyai Tuk Songo", also held a fragment that tells the origins of this "Grebeg Gule" presence, and symbolically "Grebeg Gule" procession begins with the pouring of goat meat in the oven or crock by City Officials Magelang. With great togetherness and love fun, people were cooking, the dishes and then headed to the tomb complex dikirab "Kyai Tuk Songo". To arrive at the tomb complex, which is not far from  Progo River this, first have to walk through the rice paddies of the winding. Along with that the Village Cacaban Magelang District Central has a lot of waiting, sitting cross-legged on the mat or mats brought from their homes. Besides bringing a mat or pad to sit other people came also carrying a bag containing food, there is a complete form of yellow rice with a side dish-pauknya, white rice with some side dishes of vegetables and homemade snacks. Some events are also held in this tomb complex, including religious speech, followed by the reading of "Surah Al-Ikhlas", "Tahlil" and others. So reading "Surat Al-Ikhlas and Tahlil", led by a cleric or "Ustad" done, some people instantly exchange of food he was carrying. Moments later, people began to fight over the mountains the land, which at the top there is a banana heart as' "mahkota"' her. Some people then also scramble curry goat, placed in another location. In the event "Grebeg Gule Tuk Songo" also read the history of this "Nyadran" history read by a citizen. In the history of history "Nyadran Tuk Songo" mentioned that a few years ago in the region occurred Cacaban "pageblug" and many people are sick and then died. This gained the attention of students and religious leaders at the time, "Kiai Kodri", asking to be carried by the flow Progo River to beg salvation. "Kyai Tuk Songo" itself a pseudonym of "Kiai Ahmad Abdussalam", which is one of "Prince Diponegoro" students from "Surakarta Palace". It is said that this is "Kyai Tuk Songo" Lasting Kyai friend, and both fought against the Dutch colonialists. Tradition "Nyadran Kyai Tuk  Songo"Tomb Complex in "Tuk Songo", not far from the  Progo River, Cacaban, Magelang, regularly held on Friday at the "Dzulhijah Moon". If the "Dzulhijah Moon" no Friday, then held on else Friday, "Nyadran Tradition (Village Cleanness)" held at the tomb complex Kyai Tuk Cacaban Songo Village area, exactly on the Progo river bank every Friday, Dzulhijah Month by cleaning the graves, reading "tahlil", and last meal with specialties "Curried Goat" who cooked the community and abstinence for 'taste". The ceremony was entrusted to the public as a "shield" of all disasters.


SADRANAN TUK SONGO


Tradisi Nyadran di Kompleks Makam Kyai Tuk Songo yang berada tidak jauh dari aliran Kali Progo, Cacaban, Kota Magelang, secara rutin dilaksanakan pada hari Jum'at Pon pada Bulan Besar. Apabila dalam Bulan Besar tidak ada hari Jum'at Pon , maka Nyadran dilaksanakan pada hari Jum'at Kliwon Tradisi Nyadran (Merti Desa) diselenggarakan di kompleks makam Kyai Tuk Songo di wilayah Kelurahan Cacaban, tepatnya dipinggir sungai progo pada setiap hari Jumat Pon Bulan Dzulhijah dengan membersihkan makam, membaca tahlil, dan terakhir makan bersama dengan masakan khas "Gulai Kambing" yang dimasak masyarakat dan pantang untuk dicicipin. Upacara ini dipercayakan masyarakat sebagai "tameng " dari segala bencana.

























Tradition "Nyadran Kyai Tuk  Songo"Tomb Complex in "Tuk Songo", not far from the  Progo River, Cacaban, Magelang, regularly held on Friday at the "Dzulhijah Moon". If the "Dzulhijah Moon" no Friday, then held on else Friday, "Nyadran Tradition (Village Cleanness)" held at the tomb complex Kyai Tuk Cacaban Songo Village area, exactly on the Progo river bank every Friday, Dzulhijah Month by cleaning the graves, reading "tahlil", and last meal with specialties "Curried Goat" who cooked the community and abstinence for 'taste". The ceremony was entrusted to the public as a "shield" of all disasters.